BUKAN SALAH PESANTREN

BUKAN SALAH PESANTREN 

          PonPes Darul Ummah Al-Adabi 

Dunia pendidikan Islam tergoncang, pasalnya ada beberapa kasus tindak kekerasan yang dilakukan oleh oknum pengurus santri yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau mengalami cidera.  Ironisnya, meski kejadian ini bersifat kasuistik, namun institusi pesantren terseret dan terkesan ikut mendapatkan getahnya hingga berujung pada wacana pencabutan izin pesantren. 

Peristiwa tindakan kekerasan seperti perkelahian, penganiayaan dan tawuran yang menelan nyawa di lembaga pendidikan memang bukan kali ini saja terjadi, mungkin sudah tak terhitung jumlahnya, terutama pada sekolah-sekolah non asrama. Lembaga pendidikan berasrama seperti borading school dan pesantren terbukti sangat minim terjadi kasus perkelahian dan tawuran. Kasus tindak kekerasan di pesantren sama sekali tak bisa digeneralisi. 

Menyalahkan pesantren sebagai institusi apalagi mengenalisir adalah pandangan tidak bijak. Sebab tidak ada satupun pesantren yang memiliki program untuk sengaja melakukan tindakan buruk kepada para santrinya, apalagi sampai menghilangkan nyawa santri.  Pesantren adalah lembaga pendidikan dengan visi tafaqquh fiddin untuk melahirkan generasi yang beriman, berakhlak, beribadah dan berilmu serta memiliki mentalitas kemandirian. 
Pemerintah dalam hal ini kementarian agama harus bisa dengan bijak menyelesaikan kasus ini sejalan dengan hukum yang berlaku. Negara hukum itu menindak kesalahan yang dilakukan oleh individu dan melakukan pembinaan atas lembaga-lembaga Islam dibawah tanggungjawabnya. Jangan sampai muncul stigmatisasi terhadap pesantren yang telah lama menjadi pendidikan alternatif terbaik untuk pembentukan akhlak bangsa di tengah sekulerisasi pendidikan yang kian parah.

Jika kasus ini tidak bijak ditangani oleh pemerintah, maka pemberitaan peristiwa ini akan semakin liar dan berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang punya kepentingan jahat terhadap pendidikan Islam, khususnya pesantren.  Pada prinsipnya, perilaku yang melanggar hukum bisa terjadi kepada siapapun dan beragama apapun. 

Islam berbeda dengan muslim. Islam adalah sebuah sistem nilai yang datang dari Allah, sementara muslim adalah orang yang memeluk agama Islam. Bisa saja muslim itu bermaksiat, sedangkan Islam tetaplah sempurna. Jika ada muslim bersalah, maka bukan berarti Islam juga ikut disalahkan. 

Secara konseptual, pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang sarat dengan nilai-nilai religius Islam. Nilai Islam dan pesantren adalah setali mata uang, tidak mungkin dipisahkan. Pesantren tanpa nilai dan ruh, ibarat manusia tanpa nyawa. Keseluruhan kegiatan pesantren berbasis nilai dan ruh Islam. Pesantren berbeda dengan sekolah-sekolah sekuler yang mengabaikan nilai agama. Visi besar pesantren adalah mewujudkan generasi beriman, beradab, berilmu dan beramal.

Secara normatif, kasus tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan pesantren bukanlah salah pesantren secara institusi. Meski secara empirik, lembaga pesantren terbentuk dan bergantung kepada pengelolanya. Bisa jadi pesantren tidak mewakili kesempurnaan ajaran Islam, namun menyalahkan pesantren dalam sebuah kasus tentu saja merupakan logical fallacy.

Tugas pemerintah adalah memberikan pengawasan dan bimbingan atas pesantren dan tentu saja pesantren harus terus membenahi diri. Logikanya, jika kasus individu, lantas lembaganya yang dibubarkan, maka negara ini bahkan bisa dibubarkan. Pemimpin yang berjiwa besar justru yang berani mengatakan bahwa sayalah yang salah ketika melihat ada banyak persoalan yang terjadi di tengah masyarakat yang dipimpinnya. 
     Pondok pesantren Langitan  (tahun 1852).

Konstribusi pondok pesantren dalam sejarah Indonesia tak mungkin diragukan lagi, khususnya dalam bidang pendidikan dan peradaban Islam. Pesantren memiliki peran pendidikan, sosial dan dakwah yang sangat signifikan. Pesantren merupakan institusi pembentuk kepribadian generasi bangsa dan kebudayaan Islam di Indonesia. Keberadaannya cukup mengakar di tengah masyarakat Indonesia. 

Selain sebagai agen pencerahan iman bagi santri dan umat Islam di lingkungannya masing-masing, pesantren juga berperan sebagai agen transformasi nilai-nilai keislaman yang dapat membawa pesan-pesan ideologis, baik dalam bidang politik, budaya, sosial keagamaan, ekonomi melalui bidang kependidikan dan kepengajaran. Banyak alumni pesantren yang kini berperan aktif dalam berbagai aspek kemasyarakatan. 

Hal ini berarti secara genealogis, sejak awal visi lahirnya pesantren adalah lembaga tafaquh fiddin dalam arti yang luas. Dari rahim pesantren diharapkan lahir para generasi muslim yang berkualitas aqidah dan intelektualnya yang kelak menjadi agen-agen peradaban Islam. Ajaran Islam meliputi semua aspek kehidupan secara terpadu (tidak sekuleristik) baik fikrah maupun tariqah, baik urusan dunia maupun akherat. Pondok pesantren dengan kekhasan dan karakter sistem pendidikannya memungkinkan untuk mewujudkan visi peradaban tersebut.

Selain dimensi individu, pesantren juga berdimensi sosiologis yang mampu membentuk masyarakat yang bermoral dan beradab sehingga menjadi kekuatan sosial dengan pengaruhnya yang besar dalam masyarakat bangsa Indonesia. Tidak hanya sampai disitu, dengan model asrama, pesantren juga mampu menjadi benteng bagi pertahanan dari pengaruh negatif budaya asing yang tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur agama dan bangsa. Terlebih di masa perkembangan sosial media yang begitu masif memasuki ruang-ruang private tanpa mengenal waktu. 

Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa pesantren, dulu ataupun sekarang, merupakan lembaga yang berhasil membentuk kakarakter pribadi muslim (santri) dan memiliki peranan besar dalam membina umat dan bangsa hingga ke pelosok pedesaan. Karena itu kasus individual, jika tak diselesaikan secara benar, maka publik via sosmed akan mendapatkan gambaran buruk tentang pesantren. Pihak-pihak yang selama ini memang tidak menyukai pendidikan pesantren akan menyeret kasus ini kepada kontek kelembagaan yang akan menjadi preseden buruk bagi negeri ini. 

(Dr AhmadSastra,13/09/22 : 11.55 WIB)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Santunan Yatim dan Jompo di Masjid Puri Khayangan

13 Ton Padi Organik: Keberhasilan Petani di Bengkulu

Paguron Bela Diri dan Pencak Silat "Cahya Paroman" Adakan Ajang Prestasi Tahunan